Total Tayangan Halaman

Jumat, 26 Maret 2010

केसक्सियन दलम Pelayanan

KESAKSIAN DALAM PELAYANANOleh: Gr. Roma Siburian STh(Pimpinan Jemaat GMI Agape Gomo, Nias Selatan)Aku berpikir betapa beratnya pelayanan ini karena begitu banyak tantangan yang dihadapi, hal itu terjadi karena perjuanganku menghadapi konflik yang terjadi dalam tubuh GMI.  Mungkin sebahagian orang tidak merasa tertekan oleh karenanya, namun sungguh aku sangat tertekan waktu itu. Aku menyanyangi jemaat yang sudah dua tahun kulayani. Sebelum aku masuk melayani  jemaat di sebuah perusahaan swasta asian agri, jemaat itu sudah enam bulan tidak beribadah lagi, gereja sudah tutup, tidak ada yang melayani karena ada permasalahan waktu itu.Setelah aku melayani di daerah itu, sulit memang untuk mengembalikan kepercayaan /mengajak mereka kembali ke GMI. Mereka sudah banyak yang pindah ke gereja tetangga. Ketika pertama sekali aku  beribadah minggu di gereja tersebut, yang datang  ke gereja hanyalah lay leadernya seorang. Jadi hanya kami berdua dengan lay leader , meskipun kami sudah menunggu jemaat sampai pukul 12 siang tapi tidak seorangpun yang datang. Kami hanya berdoa dan pulang. Terus terang saja aku merasa sangat kecewa sekali saat itu. aku berpikir Tuhan bagaimana mengembalikan jemaat ini dalam pangkuan-Mu melalui Gereja Methodist. Setelah berjuang beberapa waktu dengan model pendekatan dan kunjungan pribadi ke setiap jemaat, maka lambat tapi pasti jemaat kembali beribadah ke gereja  dan aktif kembali.Ternyata  keadaan seperiti ini tidak berlangsung lama, masalahnya konflik yang terjadi dalam tubuh GMI. Jemaat ini adalah seluruhnya karyawan perusahaan asian agri, perusahaan meminta supaya jemaat Methodist wil. I  beralih mengikuti konperensi sementara. Mereka membuat ancaman, kalau tidak mengikuti mereka maka semuanya akan dipecat dari pekerjaannya, tentu saja hal ini membuat mereka takut. Mereka takut kehilangan pekerjaannya, saya tidak dapat memaksa mereka sebab saya tidak bisa memberi mereka pekerjaan. Kebetulan  di KTS ada  oknum petinggi asian agri, itulah sebabnya mereka mengancam demikian. Saya kasihan dengan jemaat tersebut akan tetapi saya tidak dapat berbuat apa-apa , sebab saya harus melanjutkan sekolah saya. Sebelum saya angkat kaki dari daerah itu meeka sudah memasukkan  seorang pelayanan ke daerah tersebut, dan pihak wilayahpun  sudah masuk untuk menggantikan saya, jadi erekqa berdua di tempat itu.Setiap hari saya dipanggil ke kantor untuk membicarakan jemaat itu, agar saya melepaskan jemaaat itu untuk KTS. Saya tetap berkeras meskipun mereka membujuk saya mulai dari iming-iming yang menggiurkan sampai ancaman, tapi saya tidak takut dan tidak mau bergabung dengan mereka. Sebenarnya jemaat tidak mau ke KTS tetapi mereka terpaksa demi keluarga mereka. Demikianlah akhirnya sepeninggal say mereka akhirnya meninggalkan gereja kita bergabung dengan KTS, namun sebelum saya berangkat mereka setuju untuk menyerahkan inventaris gereja kepada wilayah. Konflik yang terjadi dalam gereja kita yang menimbulkan kepedihan dan air mata padahal kita tidak hidup dalam penganiayaan oleh karena mempertahankan iman. Saya berpikir bagaimanakah kami nanti mempertangungjawabkannya dihadapan Tuhan. Kupikir inilah pelayanan paling sulit yang kuhadapi ternyata tidak, mengapa kukatakan demikian…?Pelayaanku yang sekarang malahan tantangan lebih besar dari pada menghadapi konflik dengan KTS. Ketika berangkat dari sibolga menuju nias, aduh…, pertama sekali berangkat langsung membuat jantung deg-degan, habis bagaimana tidak kami sudah berlayar selama empat jam terpaksa kapal kami harus kembali lagi ke pelabuhan sibolga, sebab badai tingginga empat meter, benar-benar menguji jantung. Aku jadi teringat perjalanan John Wesley ketika berlayar dari Amerika menuju Inggris, pikirku kurasa beginilah takutnya dia waktu itu. Kapal kami akhirnya berangkat pagi.  Sesampai ditempat pelayananku.., tantangannya juga sangat besar dan sulit. Jemaat yang kulayani adalah Gomo, daerah ini meskipun sudah kecamatan tua namunmasih kental sekali adapt dan kebiasaan mereka bea dengan daerah-daerah lainnya. Jemaatnya selalu dalam keributan  sehingga terjadi perpecahan. Hamba Tuhan yang melayani terdahulu di sana sudah pernah dikejar-kejar dengan parang unrtuk dibunuh karena tidak sesuai dengan keinginan mereka. Aku sama sekali tidak mengerti bahasa daerah Nias, entah apapun katanya aku tidak tahu, terus terang saja sakit kepalaku kalau aku berada ditengah-tengah mereka, bukan karena aku tidak suka pada mereka tetapi karena aku tidak mengerti sama sekali apa yang mereka katakan.ditambah lagi dengan system yang ada pada gereja Methodist di sana adalah system BNKP, jadi istilahnya Methodist yang BNKP. Susah sekali kurasakan, hendak diperbaharui sedikit demi sedikit aku tidak tahu bahasa daerah. Masalahnya lagi jemaat itu  masih ada 40 % buta huruf, ya.., sudah jelas tidak tahu bahasa Indonesia, hanya sekitar  20 % yang mengerti bahasa Indonesia dan  40 % yang hanya sekadar tahu tetapi tidak mengerti. Baru inilah kurasakan selama aku melayani sulitnya luar biasa, mulai dari medan perjalanannya sampai jemaatnya semuanya benar-benar menguji iman. Sebulan setelah aku tinggal di sanaada rasa jenuhku, ingin nrasanya aku meninggalkan pelayanan itu, untunglah aku masih takut akan Tuhan.Pertama-tama yang kilakukan di sana adalah menjelaskan disiplin dan system GMI yang episkopal, karena selama ini yang dianut oleh gereja  itu adalah sistim  presbeterian sinodal yang dianut oleh BNKP. Majelis yang memutuskan segala sesuatu, pimpinan jemaat tidak dapat berbuat apa-apa, kalau seandainya pimpinan jemaat protes atau tidak menyetujui keputusan yang dibuat oleh majelis tersebut, maka parang yang akan turun tangan. Demikianlah gereja itu berlangsung selalu ada saja keributan yang dibuat-buat, sehingga GMI bahan pembicaraan di desa itu karena keributannya.  Kenapa saya menjelaskan disiplin kepada mereka ? saya ingin melakukan pergantian majelis, supaya mereka tahu ada periode majelis, jadi majelis bukan jabatan seumur hidup seperti yang mereka pikirkan sehingga mereka berbuat sewenag-wenang. Setelah enam bulan saya di sana, memuali proses pembaharuan perlahan-lahan dengan memberikan penjelasan-penjelasan melalui kebektian rumah tangga. Mulai ada rasa tidak senang kepada saya, majelis mulai merasa terusik dengan kehadiran saya karena selama ini yang tinggal di daerah itu.memang belum ada pelayan. Selama ini majelis digaji namun sesuai dengan hasil konres bahwa tidak ada majelis GMI yang digaji. Itulah sebabnya mereka tidak suka terhadap saya. Untuk pertama sekalinya ketika itu saya bersyukur tidak tahu bahasa daerah, sebab setiap minggu sekretaris setelah warta jemaat selalu membuat  sensasi untuk mempengaruhi jemaat agar membenci saya. Dia selalu mengatakan hal-hal yang tidak benar dan menjelek-jelekkan saya, tapi saya hanya tersenyum kecut. Suatu kali ketika pemilihan majelis sudah diumumkan, ketua majelis dan lay leader datang kepada saya mengatakan bahwa tidak boleh ada pergantian majelis, kalau masih terus dilaksanakan pasti akan ada keributan. Saya hanya diam saja tanpa komentar sedikitpun, sampai tiga kali mereka datang kepada saya dengan ancaman.  Kalau benar-benar akan diadakan pergantian majelis ini, ibu pasti tahu nanti akibatnya dan kami pastikian tidak ada lagi Methidist di Gomo ini. Akhirnya saya katakan mari kita lihat bersama nanti apa yang akan terjadi, kamu bukan Tuhan, kamu bisa saja merancang apa yang akan kamu lakukan, tapi jika Tuhan bilang tidak semua dapat digagalkannya. Kalau saya takut dengan ancaman kamu, saya tidak akan jauh-jauh datang ke tempat ini, saya datang ke sini untuk melayani Tuhan melalui kamu, kalau kamu tidak mau tidak menjadi masalah tapi saya yakin tidak semua jemaat suika dengan kamu malah mereka tidak menyukai kesewenang-wenangan kamu. Akhirnya pemilihan majelis terlaksa meskipun  banyak tantangannya. Seiring dengan terjadinya pergantian majelis tersebut, maka perubahanpun terjadi perlhan-lahan, dan sampai sekaranf masih tetap dlalam proses dan hasil dari perubahan itu sudah tampak.Seumur hidupku belum pernah kujalani medan pelayanan yang sangat sulit ini, dengan bahasa  yang tidak dimengerti dan ada lagi dua gereja yang perjalanannya  dngan berjalan kaki 10 km, mendaki tiga gunung serta berjalan disela-sela  punggung gunung, sekali tergelincir pastilah jatuh. Aku pikir sangat berat sekali, pengalaman bagaimanakah yang sedang kujalani ini. Kalau misalnya dibiarkan mereka tidak dilayani, kasihan kapan lagi mereka belajar, demikianlah seterusnya. Sekarang jemaat itu mulai mengerti bahasa Indonesia, karena saya khotbah tidak memakai penterjemah lagi seperti ketika saya baru datang, demikian juga sayapun sudah mulai mengerti bahasa mereka sehari-hari dan mulai memasukkan bahasa  sedikit-sedikit ke dalam   khotbah. Akhirnya kami sama-sama belajar dalam soal bahasa.Bayak sekali hal yang perlu dipelajari bagi jemaat ini, sebab mereka sangat ketinggalan dalam segala hal , seperti pendidikan, kesehatan,pertanian dan lain sebagainya. Menurut saya sangat perlu sekali diadakan pembinaan-pembinaan agar pola pokir mereka juga berubah dan berkembang. Apalgi di daerah saya ini masih rawan sekali, perjududian, perdukunan , perkelahian kerap kali terjadi, moral sebagai orang Kristen apalagi sebagai  murid Wesley sulit ditemui di sana. Itulah memang perjuangan yang harus dillakukan oleh pelayan Tuhan.banyak hal lagi yang perlu dilakukan di sana perlu dengan perjuangan, ketekunan dan kesabaran dari hamba-hamba Tuhan yang melayani di sana. Biarlah Tuhan tetap menolong hambanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar